Rabu, 08 April 2015

Sekilas tentang Serangga Parasitoid



Ada tiga kelompok musuh alami yang sering digunakan dalam pengendalian hayati serangga hama yaitu penggunaan mikroba pathogen, predator dan parasitoid. Pemanfaatan parasitoid sebagai agen pengendalian merupakan komponen yang banyak diintroduksikan untuk pengendalian hayati serangga hama. Van Lenteren (1993) menyatakan bahwa sampai tahun 1990 penggunaan parasitoid telah menunjukan keberhasilan yang tertinggi dari  kelompok predator dan pathogen yaitu sekitar 81% dari 420 total kasus pengendalian yang dilakukan.
Parasitoid merupakan suatu sebutan yang digunakan untuk serangga yang memarasit serangga. Banyak faktor yang menentukan tingkat keberhasilan pengendalian dengan parasitoid. Richard (1979) dan Molles (2002) menyebutkan keberhasilan serangga dalam memangsa (parasitasi) dapat ditentukan oleh empat proses yaitu penentuan habitat inang, penemuan inang, penerimaan inang dan kesesuian inang. Sedangkan optimaliasi peran parasitoid di lapangan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, ketersediaan pakan alami, adanya inang alternatif, kesesuaian inang dan daya pencarnya (dispersal) (deBach, 1964).
Perkembangan serangga parasitoid (Hymenoptera) dapat berlangsung dalam beberapa cara yaitu, parthenogenesis arrhenotoky, thelyotoky, dan deuterotoky (Godfray, 1994). Parthenogenesis arrhenotoky terjadi diamana telur-telur yang dibuahi (diploid) akan menghasilkan individu betina, sedangkan yang tidak dibuahi (haploid) menghasilkan individu jantan.  Parthenogenesis thelyotoky (spesies uniparental) adalah semua keturunan yang dihasilkan betina, sedangkan deuterotoky adalah thelyotoky yang kadang-kadang terdapat individu jantan. Perubahan thelyotoky ke deuterotoky dimungkinkan terjadi sebagai akibat perubahan lingkungan, misalnya kenaikan suhu (Flanders, 1965; Quicke, 1997).
Serangga parasitoid mampu memanipulasi nisbah kelamin keturunannya tergantung pada kondisi lingkungannya.  Jika jumlah betina di lingkungan sudah banyak lebih baik untuk melakukan investasi anak jantan, karena anak jantan lebih dibutuhkan (Debout et al., 2002).  Nisbah kelamin biasanya diartikan sebagai proporsi jenis kelamin jantan parasitoid hymenoptera, mampu mengubah alokasi seksnya sebagai respon kehadiran betina lain dan memprediksi bahwa jenis kelamin suatu populasi parasitoid yang stabil secara evolusi menurun dari 0.5 mengikuti penurunan jumlah keturunan dan proporsi keturunan yang dihasilkan berkurang mengikuti jumlah betina ( Jervis and Kidd, 1996).

Karakteristik parasitoid

1.        Parasitoid biasanya menghancurkan inangnya selama perkembangannya.
2.        Inang parasitoid biasanya termasuk dalam kelas taksonomi yang sama (serangga)
3.        Parasitoid dewasa hidup bebas sementara itu hanya stadia pradewasa yang parasitik.
4.        Parasitoid berkembang hanya pada satu individu inang selama stadia pradewasa.
5.        Dinamika populasi parasitoid mirip dengan serangga predator.


Tipe  parasitoid

1.      Dalam hubungannya dengan inang, ada (a) endoparasit (internal); parasitoid hidup di dalam tubuh inang dimana tubuh inang biasanya terbuka, (b) ectoparasit (eksternal); parasitoid menyerang inang dari luar tubuh inang dimana inang biasanya hidup di tempat-tempat terlindung seperti hama pengorok daun, penggulung daun dan di dalam kokon atau lainnya.
2.      Dalam hubungannya dengan banyaknya parasitoid pradewasa per individu inang, ada (a) parasit soliter; satu individu parasitoid per satu individu inang,dan (b) parasit gregarius; banyak individu parasitoid per satu individu inang.
3.      Dalam hubungannya dengan stadia inang, ada parasit (a) telur, (b) larva, (c) pupa, (c) imago dan (d) kombinasi misalnya parasit telur-larva, larva pupa.
4.      Dalam hubungannya dengan spesies parasitoid lain, ada parasitoid (1) primer; yakni parasitoid yang memarasit hama, (2) sekunder (hiperparasitisme); yakni parasitoid yang memarasit parasitoid primer, (3) tersier (hiperparasitisme); yakni parasitoid yang memarasit parasitoid sekunder.
5.   Dalam hubungannya dengan kompetisi antar parasitoid pradewasa, ada (1) superparasitisme; kompetisi intraspesifik, (2) multipel parasitisme; kompetisi interspesifik.


Tipe  hiperparasitisme

1.      Langsung;  suatu parasitoid meletakkan telurnya langsung pada atau di dalam tubuh inang parasitik.
2.      Tidak langsung; suatu parasitoid sekunder meletakkan telurnya di dalam tubuh inang non-parasitik dan tidak terparasit. Biasanya telur tidak berkembang sampai inang non parasitik ini diparasit oleh suatu parasitoid primer, yang kemudian sebagai inang parasitoid sekunder.
3.      Fakultatif; parasitoid sekunder berkembang seperti suatu parasitoid primer di bawah kondisi yang sesuai.
4.      Obligat; parsitoid sekunder hanya dapat berkembang di dalam parasitoid primer.
5.      Autoparasitisme; parasitoid jantan berkembang sebagai hiperparasit (kadang-kadang terhadap parasitoid betina dari jenis yang sama) dan yang betina berkembang sebagai parasitoid primer.
6.      Kleptoparasitisme bukan hiperparasitisme yang sesungguhnya. Parasitoid memilih menyerang inang yang telah diparasit oleh jenis parasitoid lain dan kemudian bersaing dengan parasitoid pertama untuk mendapatkan nutrisi di dalam inang tersebut. Kleptoparasitoid biasanya memenangkan kompetisi

Referensi....

2 komentar: